Senin, 31 Maret 2008

Trafiking, Pengantin Pesanan

Tantra Nur Andi
Borneo Tribune, Pontianak
Isu perkawinan pesanan antara perempuan WNI keturunan Tionghoa dari Kota Singkawang, dan daerah lain di provinsi Kalbar dengan laki-laki warga negara Taiwan masih tinggi. Ini jadi penyebab, Kalbar menduduki posisi ketiga setelah Jawa Timur dan Jawa Barat, sebagai daerah paling tinggi terjadinya perdagangan manusia (trafiking).

“Ini sangat memprihatinkan, apalagi yang menjadi korban perdagangan manusia umumnya perempuan dan anak,” kata ketua peneliti, Ani Muani, yang melakukan penelitian trafiking perempuan dan anak, melalui pengantin pesanan di Kota Pontianak tahun 2007 lalu.

Menurut Ani dari hasil penelitiannya bersama Patriani dan Marisi Aritonang, terungkap bahwa perkawinan transnasional ini banyak terjadi di Singkawang dan Sambas. Saat ini telah merambah hingga ke Kota Pontianak. Ini terjadi karena, Kota Pontianak merupakan daerah transit bagi perempuan daerah lain yang akan diberangkatkan ke Taiwan. Maka Pontianak menjadi tempat bagi calo untuk mendapatkan pesanan. Akibatnya tidak sedikit perempuan keturunan Tionghoa ikut menjadi korban.

Pengantin pesanan perempuan ini dapat dikategorikan tindakan trafiking karena ada unsur rekrutmen, proses yang mengandung kekerasan atau kejahatan, dan tujuan memperoleh keuntungan.

Penyebab terjadinya trafiking melalui pengantin pesanan lebih banyak disebabkan faktor kemiskinan. Faktor ini telah mendorong orang tua, merelakan anaknya menjadi istri bagi orang asing.

Dalam kondisi kehidupan tertekan, orang tua akan membujuk anak perempuannya, bahkan dengan paksaan, agar anaknya mau menikah dengan laki-laki asing. Yang dikenal lewat foto dan diperlihatkan calo. Alasan orang tua memaksakan anaknya menikah dengan orang asing juga beragam.

Ada orang tua menganggap menikah dengan orang asing, akan meningkatkan harkat dan derajat, serta martabat kehidupan keluarganya. Mereka terpaksa kawin untuk membayar hutang. Adanya ajaran yang dianut etnis Tionghoa, mengharuskan anak berbakti pada orang tuanya. Maka dengan menuruti kemauan orang tua untuk menikah dengan laki-laki asing asing, sudah dapat membantu orang tua dan saudaranya keluar dari kemiskinan. Hal itu dianggap sebagai bentuk pengabdiannya pada orang tua.

Paksaan untuk menikah, biasanya datang dari orang tua yang menerima bujukan dari para calo yang mencari perempuan untuk target perkawinan pesanan. “Selain itu masih melekatnya budaya patriarkhis yang mereka anut. Anak perempuan dianggap hanya akan membebani keluarga miskin,” kata Ani.

Selain faktor kemiskinan, konsumerisme merupakan faktor yang menjerat gaya hidup anak perempuan ABG, untuk mencari kehidupan lebih layak dengan cara cepat. Kondisi ini mendorong mereka mau menjadi istri orang Taiwan, dengan harapan suami mereka kelak, akan dapat memenuhi semua keinginan memiliki barang mewah, berupa pakaian, perhiasan dan harta benda lainnya, yang selama ini belum mereka miliki.

Terjadinya trafiking
Trafiking pengantin pesanan dilakukan oleh agen/biro jasa melalui tiga perantara. Agen pertama berfungsi mencari laki-laki Taiwan yang sedang mencari jodoh. Perantara kedua mengumpulkan perempuan yang bersedia menjadi calon pengantin perempuan bagi laki-laki Taiwan. Perantara kedua biasa dibantu perantara ketiga yang biasa disebut kesiu-kesiu. Berfungsi keliling mencari gadis muda di desa-desa yang bersedia menjadi calon pengantin perempuan.

Apabila lagi-lagi Taiwan ingin melanjutkan ke jenjang pernikahan, maka agen di kota Pontianak melakukan negosiasi dengan laki-laki Taiwan, baik bagi mereka yang datang sendiri maupun yang dibawa oleh agen dari Taiwan. Jika terjadi persetujuan antara kedua belah pihak, agen kota Pontianak menghubungi orang tua calon pengantin WNI keturunan Tionghoa, melalui calo perantara di Kota Pontianak.

Bila orang tua perempuan setuju, maka diadakan persetujuan untuk menentukan waktu dilaksanakan hari perkawinan dan tempat perkawinan. “Biasanya satu minggu setelah terjadi persetujuan dari kedua belah pihak, maka langsung dilakukan pertunangan,” jelasnya.

Dalam melakukan pendekatan terhadap orang tua calon pengantin perempuan, biasanya dilakukan pemberian panjar uang, untuk serah terima perkawinan anaknya. Acara pertunangan dihadiri oleh keluarga dan tetangga dekat.

Pada acara pertunangan dilaksanakan, pihak calon pengantin laki-laki membawa manisan, permen, beberapa kue basah dan kue kaleng, serta menyerahkan emas kawin berupa satu set perhiasan, terdiri dari cincin, kalung, anting-anting dan gelang untuk diserahkan kepada calon pengantin perempuan.

Acara dilanjutkan dengan pembagian angpau (amplop berisi uang) kepada keluarga terdekat yang hadir dan tetangga dekat. Besarnya bervariasi.

Perantara atau agen dalam satu bulannya berhasil mempertemukan perkawinan transnasional antara perempuan WNI etnis Tionghoa dengan laki-laki WN Taiwan, rata-rata empat pasangan. Jika di Kota Pontianak ada tiga orang calo, maka dalam satu tahun diperkirakan telah terjadi perkawinan sekitar 150 pasangan WNI keturunan Tionghoa dengan laki-laki WN Taiwan.

Berbeda dengan jenis trafiking yang lain, kekerasan atau kejahatan pada jenis trafiking melalui pengantin pesanan, perempuan baru merasakan setelah mereka sampai di negara Taiwan. “Meskipun sebenarnya kejahatan sudah terjadi saat rekrutmen yaitu berupa penipuan, pemberian janji-janji palsu dan pemalsuan kartu identitas,” kata Ani.□


0 komentar: