Rabu, 02 April 2008

Pilkada Menguras Uang Rakyat

Tantra Nur Andi
Borneo Tribune, Pontianak

Pilkada yang menguras uang rakyat justru sering menimbulkan konflik horizontal di masyarakat itu sendiri. Biaya Pilkada tidak murah. Perlu puluhan miliar rupiah. Bahkan beberapa provinsi menghabiskan berkarung-karung duit untuk satu kali Pilkada. Apalagi jika sampai dilakukan sampai dua putaran. Bisa dibayangkan betapa rakyat bisa bangkrut hanya untuk memilih kepala daerah dari 465 kabupaten kota dan 33 provinsi yang ada. Pilkada baik untuk berdemokrasi, tapi biayanya yang besar pasti menguras APBD. Padahal jika anggaran itu digunakan untuk pembangunan, patsi akan tampak hasilnya. “Tapi hasil dari Pilkada itu sendiri tidak berkualitas, karena Pilkada belum mampu melahirkan kepala daerah yang betul-betul komitmen membela kepentingan rakyat,” kata Dosen Komunikasi Politik FISIP Untan, Wijaya Kusuma, Sabtu (29/3).
Menurutnya dari pelaksanaan Pilkada ke Pilkada, protes atas kecurangan masih tetap berlangsung, pengerusakan—ungkapan ketidakpuasan—masih saja muncul, ancaman perpecahan sebagai akibat Pilkadal masih mengkhawatirkan. Demikian juga nada permusuhan antar pihak yang bersaing, potensi konflik sosial dan pertikaian antar masyarakat yang mempertentangkan suku dan agama semakin terbuka. Uang yang dihabiskan untuk Pilkada akan jauh lebih besar jika ditambahkan biaya para bakal calon untuk mendapatkan partai politik sebagai perahunya. Biaya kampanye serta kegiatan para tim suksesnya, biaya sosialisasi, biaya saksi di TPS, serta berbagai biaya lainnya yang susah untuk memperkirakan.
“Pilkada sangat rumit, menimbulkan banyak persoalan dan kasus, serta membutuhkan banyak biaya, sehingga sangat mahal harga yang harus dibayar bangsa ini. Padahal hasilnya tidak memberikan pemimpin yang lebih baik,” ujarnya.Membangun demokrasi sesungguhnya bukan dengan tiada hari tanpa Pilkada. Tapi bagaimana mengikutsertakan partisipasi rakyat dalam menyelenggarakan pemerintahan. Pilkada sebenarnya baik untuk mengikutsertakan partisipasi rakyat berpolitik. Melalui Pilkada diharapkan dapat mengurangi arogansi lembaga DPRD yang selama ini sering kali mengklaim dirinya sebagai satu-satunya institusi pemegang mandat rakyat yang representatif, membatasi kekuasaan dan kewenangan DPRD yang terlalu besar seperti memegang fungsi memilih, meminta pertanggungjawaban dan menghentikan kepada daerah, menghasilkan kepala daerah yang lebih bermutu, menghasilkan pemerintahan daerah yang stabil, produktif dan efektif, serta menghentikan praktik politik uang. Melalui Pilkada, masyarakat banyak berharap implikasi penguatan kehidupan politik masyarakat lokal. Setidaknya akan memajukan lembaga kemasyarakatan dan menyehatkan perilaku politik masyarakat daerah, terutama meningkatkan kesadaran politik masyarakat daerah dalam proses penyelenggaraan Pilkada, memacu aktivitas politik masyarakat yang memberikan kesempatan lebih besar pada tiap orang untuk berpartispasi dan mengembangkan masyarakat madani, memperluas akses masyarakat lokal untuk mempengaruhi proses pengambilan keputusan yang menyangkut kepentingan masyarakat, memotivasi media lokal agar lebih aktif menyuarakan proses Pilkadal, dan mendorong berkembangnya kemandirian dalam tubuh Parpol. Karena itu melalui Pilkada diharapkan muncul kepala daerah yang lebih baik.Tapi yang terjadi justru konflik yang disertai kekerasan di masyarakat. Aibatnya daerah harus mengeluarkan ongkos yang besar untuk menyelesaikan konflik sosial.
“Kita mesti berpikir ulang untuk terus menyelenggarakan Pilkada karena negara harus terus menerus mengeluarkan ongkos ekonomis untuk Pilkada dan ongkos sosial untuk menyelesaikan konflik akibat Pilkada,” kata Wijaya.
Yang sangat disesalkan, penyelenggaraan Pilkada demi demokrasi tapi dilaksanakan dengan cara yang tidak demokratis. Dari pada harus menghabiskan uang rakyat lebih baik uang tersebut digunakan untuk meningkatkan akses masyarakat miskin terhadap pendidikan, kesehatan ataupun mendapat makanan yang lebih baik. Apalagi banyak rakyat Indonesia yang mati akibat kelaparan dan sangat banyak anak Indonesia yang mengalami gizi buruk.


0 komentar: